eksposisiborneo.com, Kubar : DPD LSM Gerakan Pandawa Bertuah (Radar) Kembali menyoroti proyek mangkrak di Kabupaten Kutai Barat (Kubar), Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).
Hal ini membuktikan bahwa, LMS yang di nahkodai oleh Hertin Armansyah tersebut, serius memberikan perhatian terkait sejumlah proyek infrastruktur yang terbengkalai di Kubar. Terlebih proyek-proyek itu merupakan program tahun jamak (multiyears) yang sudah menghabiskan dana dan berpotensi merugikan anggaran Negara hingga miliaran bahkan triliunan rupiah.
Sejumlah proyek itu dimulai pada era kepemimpinan Bupati Ismail Thomas sejak tahun 2012 dan terbangkalai sejak tahun 2015 silam.
“Semula direncanakan untuk meningkatkan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat, ternyata tidak begitu dibutuhkan pada saat itu,” kata Ketua DPD LSM Radar, Hertin Armansyah, Senin (30/12/2024).
4 Proyek Mangkrak di Kubar Sejak 2015

Lanjut Hertin, mulai proyek Jalan Bung Karno, yang direncanakan untuk membelah Bukit Mencelew dan menghubungkan Kecamatan Tering dengan Barong Tongkok, pusat pemerintahan Kabupaten Kutai Barat.
Proyek ini dimulai pada 2012 dengan anggaran sebesar Rp 582 miliar, namun hingga tahun 2022 belum juga selesai dan tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sementara, pada saat perencanaan proyek ini, masih banyak kampung-kampung di Kutai Barat yang terisolasi dan tidak memiliki jalan yang memadai.
“Namun, uang rakyat telah digunakan untuk proyek yang tidak terlalu mendesak, yang terakhir mangkrak tanpa memberikan manfaat signifikan ini,” ucapnya.
Selain itu, terdapat beberapa proyek lain yang juga memunculkan tanda tanya, seperti pembangunan Pelabuhan Royoq di Hulu Mahakam, yang dimulai pada 2009 dan dilanjutkan pada 2012 dengan anggaran Rp 58,5 miliar, namun hingga kini belum selesai.
Begitu pula dengan proyek Jembatan Aji Tullur Jejangkat yang dimulai pada 2012 dan menghabiskan dana lebih dari Rp 300 miliar. Kemudian, proyek Gedung Christian Centre yang sudah menghabiskan anggaran Rp 50,7 miliar sejak 2012 juga terbengkalai dan tak dimanfaatkan.

“Proyek-proyek tersebut dimulai pada masa kepemimpinan Bupati Ismail Thomas, yang merupakan bagian dari PDIP, kini dipandang sebagai pemborosan uang rakyat,” ungkap Hertin.
Proyek Tersebut Bukan Kebutuhan Mendesak
Menurutnya, banyak kalangan menilai bahwa proyek-proyek tersebut tidak cukup mendesak dan lebih berfokus pada penghabisan anggaran daripada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.
“Pada masa itu, masih banyak daerah yang membutuhkan pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan dan jembatan untuk menghubungkan kampung-kampung yang terisolasi,” jelas Hertin.
Pria yang sebelumnya juga aktif mengkritisi program pemerintah melalui DPD LSM Fakta Kutai Barat itu, merasa sangat kecewa melihat mangkraknya jembatan sejumlah proyek tersebut.

“Banyak persoalan yang membuat kami, masyarakat, kecewa, mulai dari mangkraknya proyek ini, hingga hilangnya dokumen awal proyek multiyears tersebut. Ini menunjukkan bahwa pemerintah saat itu memang tidak kompeten dalam mempertanggungjawabkan uang rakyat. Dengan hilangnya dokumen tersebut, tentu saja akan mempersulit proses lanjutan proyek ini,” ujarnya.
Tindakan Tegas KPK Sangat Dinanti
Hertin menegaskan bahwa hilangnya dokumen proyek menambah kerugian yang lebih besar bagi masyarakat dan negara, serta semakin memperburuk kepercayaan publik terhadap pengelolaan dana pembangunan.
KPK sendiri telah memberikan perhatian pada masalah ini dalam beberapa kesempatan, namun hingga kini aksi nyata dari lembaga antikorupsi tersebut masih dinanti.

“Masyarakat Kutai Barat berharap agar KPK segera mengambil langkah tegas untuk memastikan proyek-proyek yang sudah menelan dana besar ini dapat diselesaikan dengan baik dan tidak menambah beban keuangan negara,” tegas Hertin.
Ia berharap agar KPK tidak hanya berhenti pada penyelidikan, tetapi juga mendorong aksi konkret untuk menuntaskan proyek-proyek mangkrak yang merugikan rakyat dan negara.
“Harapan besar kini tersemat pada lembaga antikorupsi ini, agar bisa memastikan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kutai Barat dan pemerataan pembangunan tanpa dibayangi potensi kerugian yang semakin besar,” pungkas Hertin. (redaksi/eb)